Tidak terasa hampir 40 tahun hidup bersama. Bersama dalam suka dan
duka. Merasakan indah dan pahitnya hidup dalam sebuah bahtera rumah tangga.
Itulah kalimat yang sering diucapkan oleh ibu akhir-akhir ini.
Tidak bisa aku menggambarkan bagaimana sosok seorang ibu. Beliau
terlalu sempurna dimataku. Aku ada di dunia karena seorang ibu. Seorang ibu
yang selalu menjaga buah cintanya sejak dalam kandungan sampai bisa mengerti
apa itu hidup.
Aku tidak bisa membayangkan kalau aku menjadi seorang ibu seperti
ibuku. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Menjadi
teladan bagi buah hatinya, dan menjadi perhiasan terindah bagi ayah.
***
Airmata itu…
Sebelumnya, aku tidak pernah melihat airmata ibu jatuh membasahi
pipinya. Tapi, kali ini aku melihatnya. Aku melihat airmata ibu jatuh membasahi
pipi. Ternyata kenangan-kenangan pada saat awal pernikahan ibu dan ayah yang
membuat airmata ibu jatuh.
“Dulu waktu ibu baru mempunyai satu orang anak yaitu kakak yang
pertama, hubungan ibu dengan ayah hampir bercerai. Tepatnya, ketika kakak kamu
berusia 8 bulan” ibu memulai cerita tentang kenangan itu kepada aku dan kakak
perempuanku.
“Waktu itu…kakak sedang sakit panas, ibu panik apa yang harus ibu
lakukan, sedangkan ayah sedang merantau di Jakarta. Akhirnya, ibu memutuskan
untuk meminta tolong kepada adik ibu agar memberitahukan bahwa anaknya di rumah
sedang sakit. Waktu itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti saat ini
(handphone)” ibu terdiam sesaat dan menarik nafas panjang.
Aku penasaran dengan kelanjutan cerita ibu, lalu bertanya pada ibu
“terus bagaimana paman memberi kabar pada ayah kalau kakak di rumah sedang
sakit ?”
Ibu pun melanjutkan ceritanya kembali “paman menyusul ayahmu ke
Jakarta dengan menggunakan angkutan umum”.
(tidak bisa aku bayangkan, harus butuh waktu berapa lama hanya
untuk memberi kabar pada waktu itu. Beruntung sekarang sudah ada alat
komunikasi yang canggih, jadi kalau ada sesuatu yang penting, bisa langsung
segera disampaikan) gumamku dalam hati.
“Lalu apa Bu yang membuat ibu dan ayah hampir bercerai ?” Tanya
kakak langsung menyadarkanku dari lamunan tadi.
“Setelah ayah menerima kabar kalau anaknya di rumah sedang sakit,
ayahmu pulang ke Cirebon. Tapi, ayah tidak langsung ke rumah” dengan mata yang
sudah mulai berkaca-kaca ibu tetap mencoba tegar untuk menceritakan masa lalu
beliau dengan ayah.
“Terus ayah kemana Bu ?” Tanya kakakku lagi yang langsung menyambar
seperti petir.
“Ayah pergi ke tempat hiburan yang disana terdapat wanita-wanita
penghibur. Entah apa yang ada dalam hati ayah kalian waktu itu. Mungkin hatinya
sedang dikuasai oleh nafsu syaitan. Ibu tahu tentang itu dari suami adik ipar
ibu. tanpa fikir panjang, ibu langsung minta tolong pada suami adik ipar ibu
untuk mengantar ibu ke tempat itu. Sesampainya di tempat itu, ibu langsung
meminta ayah untuk pulang. Karena ibu tidak mau masalah keluarga dipertontonkan
di khalayak ramai. Setelah sampai di rumah, entah apa yang ada dalam fikiran
ibu, ibu langsung meminta cerai kepada ayah. Tapi, ayah kalian malah menghiraukan
permintaan cerai dari ibu dan langsung pergi lagi ke Jakarta dengan sebelumnya
menyelipkan uang dibawah bantal untuk keperluan ibu sehari-hari. Ibu tidak tahu
apa jadinya sekarang kalau dulu ayah mengabulkan permintaan cerai dari ibu.
Mungkin kalian tidak ada seperti sekarang ini” ibu sambil memeluk aku dan
kakak.
Tidak sadar kalau pipi ibu sudah dibanjiri oleh airmata. Dan aku
melihat bahwa airmata ibu bukanlah airmata tanda kelemahan atau kecengengan
seorang perempuan, tapi airmata itu adalah tanda ketegaran seorang bidadari.
(Engkau sungguh tegar Bu, mudah-mudahan Allah menjadikan
butiran-butiran airmatamu sebagai butiran-butiran pahala untukmu kelak Bu)
Do’aku untuk ibu dalam hati.
***
Menjadi seorang istri sekaligus
menjadi ibu dari sembilan orang anak,
bukanlah hal yang mudah. Butuh banyak pengorbanan dan perjuangan. Hidup dengan
penuh kesederhanaan. Menjadi teladan bagi buah hatinya. Menjadi permata dalam
rumah tangga. Menjadi perhiasan terindah dalam sebuah keluarga. Seperti itulah sosok bidadari cantik yang
diutus oleh Sang Maha Pencipta untuk mendamaikan hati para suami-suami penghuni
syurga kelak.
Wajahmu berseri bagaikan embun pagi
yang membasahi dedaunan. Senyumanmu bagaikan sinar matahari yang menyinari
seluruh alam jagat raya ini. Semoga semua yang sudah engkau lakukan di dunia
bisa menjadi bekal untuk hidupmu di akhirat kelak. Aaamiiin…
Allahumaghfirly dzunuby waliwaalidayya warkham huma kama rabbayany saghiro… (Do’aku untukmu IBU)
ini
0 komentar:
Posting Komentar